Kisah Skuat Gajah Terbang Dari Royal Golden Eagle

Posted on
royal golden eagle
Source: APRIL Asia

Royal Golden Eagle (RGE) memiliki komitmen besar dalam menjaga kelestarian alam. Tekad itu bahkan tertuang dalam prinsip kerja mereka. Ada banyak bukti yang bisa diajukan. Salah satunya pendirian Pasukan Gajah Terbang oleh grup yang dulu bernama Raja Garuda Mas ini.

Dalam menjaga keseimbangan iklim, Royal Golden Eagle tidak hanya memerhatikan kelangsungan flora belaka. Kehidupan satwa juga menjadi perhatian. Salah satunya gajah sumatera yang kian terancam.

Saat ini, gajah sumatera termasuk spesies yang terancam punah. Jumlahnya terus berkurang dari hari ke hari. Sebagai catatan, Mongabay memperkirakan populasi gajah sumatera menurun hingga 70 persen dalam 20 sampai 30 tahun terakhir.

Sekitar tahun 1980-an, Mongabay menyebutkan jumlah gajah sumatera masih ada dalam rentang 4.800 hingga lima ribu ekor. Jumlah itu menurun menjadi 2.800 ekor pada era 1990-an. Ketika memasuki 2013, semakin jelas terlihat ancaman kepunahan gajah sumatera. Populasinya diperkirakan hanya tinggal 1970-an.

Penyebab penurunan populasi gajah sumatera sangat kompleks. Perburuan menjadi salah satu yang memicu kematian para gajah. Banyak pihak yang mengincar gading gajah sehingga rela membunuh spesies dengan nama latin Elephas Maximus tersebut.

“Motifnya menurut saya adalah perburuan. Selama masih ada permintaan (terhadap gading gajah, Red.) dari masyarakat, entah itu untuk pipa atau hiasan, perburuan akan tetap terjadi,” ungkap Sunarto, peneliti gajah sumatera dari World Wildlife Fund (WWF).

Selain perburuan, konflik dengan manusia juga menjadi salah satu penyebab utama penurunan populasi gajah. Karena habitat mereka rusak, para gajah keluar dari hutan untuk bermain dan mencari makan. Mereka sering menuju ke perumahan maupun perkebunan milik rakyat di sekitarnya.

Saat itulah benturan sering terjadi. Gajah dibunuh entah dengan ditembak maupun diracun karena dianggap merusak dan membahayakan.

Jumlah gajah yang mati akibat konflik dengan manusia tidak bisa dipandang remeh. Menurut catatan yang dihimpun dalam Workshop Konservasi Gajah pada tahun 2014 dan beberapa catatan dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), tercatat ada 28 gajah yang terbunuh pada tahun 2012. Jumlahnya meningkat menjadi 33 ekor pada tahun 2013, 46 ekor pada tahun 2014, dan 40 ekor di tahun 2015.

Kondisi ini mengundang keprihatinan dari banyak pihak termasuk Royal Golden Eagle. Apalagi, menurut catatan WWF di Sumatera hanya ada 100 gajah yang tersisa. Dibutuhkan upaya serius untuk menjaga populasi gajah sumatera supaya tidak punah.

Maka, sejak 2005, salah satu anak perusahaan RGE, APRIL Group, lewat unit bisnisnya PT Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP) membentuk Skuat Gajah Terbang. Bersama dengan Badan Konservasi Sumber Daya Alam Riau, Dewan Taman Nasional Teso Nilo, WWF, dan perusahaan lain di wilayah tersebut, mereka menandatangani sebuah MOU untuk menjalankan program perlindungan gajah sumatera tersebut.

“Ini semua tentang bagaimana cara kita melestarikan satwa liar. Itulah tujuan kami dari dulu hingga sekarang,” kata Putra Nicaragua, Koordinator Departemen Lingkungan PT RAPP.

Pendirian Skuat Gajah Terbang diawali dari upaya RGE untuk melakukan proses konservasi gajah. Pada 1994, pemerintah memutuskan untuk membagi tanggungjawab perlindungan satwa yang hampir punah ke perusahaan. Mereka yang bergerak dalam industri kehutanan dan perkebunan diwajibkan untuk mengadopsinya termasuk gajah.

APRIL Group melalui unit bisnis PT RAPP dengan senang hati menjalankan program perlindungan satwa yang menjadi kewajiban. Mereka menerima empat gajah dari Balai Konservasi Gajah Sebanga, milik Pemerintah Provinsi Lampung. Setelah dirawat dengan baik oleh anak perusahaan Royal Golden Eagle tersebut, gajah-gajah tersebut berkembangbiak.

Pada tahun 2009, seekor gajah yang dinamai Meri melahirkan seekor bayi gajah betina bernama Carmen. Berselang, Mira melahirkan seekor gajah jantan yang diberi nama Raja Arman.

“Prioritas utama kami adalah melihat mereka tumbuh sehat dan berkembangbiak untuk membantu menurunkan jumlah angka kematian gajah. Dengan cara ini, kami berkontribusi untuk melestarikan satwa liar tersebut,” ucap Putra.

Untuk merawat para gajah tersebut, PT RAPP mempekerjakan sembilan pawang. Selain itu, para dokter hewan juga rutin dihadirkan untuk memantau perkembangan kesehatan para gajah. Gajah-gajah itu juga bisa bergerak bebas karena tinggal di hutan konsesi seluas tiga ribu hektare. Kawasan itu sama persis dengan habitat yang sesungguhnya.

PENINGKATAN EFEKTITAS PROGRAM

Skuat Gajah Terbang
Source: Inside RGE

Akan tetapi, lambat laun efektivitas program konservasi dalam peningkatan populasi gajah dipertanyakan. Kontribusi para gajah tersebut dalam menjaga kelangsungan spesiesnya kurang besar karena tingkat kematian gajah liar sangat banyak. Atas dasar inilah, Skuat Gajah Terbang akhirnya dibentuk.

“Di sinilah Skuad Gajah Terbang mengombinasikan pentingnya perawatan gajah dan kebutuhan untuk membantu gajah liar dan masyarakat yang hidup di sekitar mereka. Ini demi memitigasi konflik antara gajah dan manusia,” kata Dr Sunarto, ahli ekologi di WWF kepada BBC Indonesia.

Gajah-gajah yang ada di area konservasi akhirnya dilatih oleh para pawang untuk menghalau gajah liar yang turun ke pemukiman penduduk atau ke kawasan perkebunan. Gajah ini kemudian melakukan patroli di sejumlah area untuk memantau pergerakan gajah liar.

Pada 2014, Skuat Gajah Terbang tercatat memiliki empat ekor gajah yang siap melakukan operasi. Namun, mereka masih punya dua gajah lain yang tengah dilatih oleh pawang untuk menjalankan kegiatan serupa.

Awalnya Skuat Gajah Terbang dioperasikan di sekitar Taman Nasional Teso Nilo. Area ini merupakan habitat gajah sumatera dan dekat dengan kawasan konsesi PT RAPP. Namun, di sana, pembalakan liar terjadi sehingga hutan rusak.

Itulah yang akhirnya memicu pergerakan gajah keluar dari hutan. Mereka menuju perumahan penduduk maupun perkebunan untuk mencari makan. Akibatnya konflik tak terhindarkan yang berujung terhadap kematian para gajah.

Dalam hal ini, peran Skuat Gajah Terbang sangat penting. Mereka yang mengarahkan gajah agar tidak turun ke perumahan warga atau merusak perkebunan. Skuat Gajah Terbang menghalau para gajah liar supaya masuk ke area hutan yang dilindungi oleh Royal Golden Eagle. Kawasan itu memang dibiarkan terjaga oleh RGE karena dipakai sebagai penyangga untuk area konsesinya.

“Untungnya, kami memiliki hutan dengan luas 3.000 hektare, yang bisa dijadikan penyangga gajah liar untuk mencari makanan dan bermain. Kami membiarkan gajah itu tinggal di sana dan tidak pernah mendorong mereka keluar,” kata Putra.

Kegiatan ini berhasil menekan kematian gajah liar. Sebagai contoh adalah kondisi terakhir pada 2015 dan 2016. Royal Golden Eagle dan WWF mencatat jumlah kematian gajah liar pada 2015 ada sepuluh ekor, namun, memasuki 2016, jumlahnya turun menjadi empat ekor saja.

Selain melakukan patroli dengan gajah, Skuat Gajah Terbang juga kerap berkeliling dengan kendaraan untuk menjangkau berbagai kawasan yang berat. Bersamaan dengan itu, mereka juga mensosialisasikan kesadaran perlindungan satwa terhadap masyarakat.

Langkah ini merupakan bukti bahwa kolaborasi antara swasta, masyarakat, dan negara amat diperlukan dalam perlindungan satwa. Skuat Gajah Terbang yang dijalankan oleh Royal Golden Eagle menjadi salah satu contoh nyata. Berkat mereka, upaya perlindungan terhadap gajah sumatera amat terbantu.

Sumber : https://id.linkedin.com/in/sukantotanoto/in

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.