Kisah Sukses Petani Kelapa Sawit yang Didukung Royal Golden Eagle

Posted on
royal golden eagle
Source: Harian Nasional

Selama ini, asumsi umum tentang taraf hidup petani di Indonesia kurang baik. Petani tidak dianggap sebagai profesi menjanjikan karena kualitas kehidupannya yang kurang. Anggapan itu tidak sepenuhnya tepat. Setidaknya bagi para petani kelapa sawit yang mendapat dukungan dari grup Royal Golden Eagle (RGE).

Sekarang para petani memang mendapatkan nasib kurang baik. Data yang dipaparkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2016 bisa menjadi salah satu acuan. BPS mengungkap terjadinya penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Juli 2016 sebesar 0,08 persen dibandingkan Juni 2016.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan 0,48 persen. Kondisi ini jelas merepotkan petani. Sebab, angka ini lebih kecil dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,56 persen. Artinya kenaikan penghasilan lebih kecil dibanding biaya hidup yang mesti dibayarnya.

Kondisi itu tak urung membuat asumsi tentang taraf hidup petani yang buruk tetap terjaga. Namun, ternyata tidak semua seperti itu. Banyak pula petani yang kehidupannya sejahtera. Mereka mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhannya.

Mengapa ada para petani seperti itu? Kemauan bekerja keras merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Namun, dukungan dari pihak lain seperti swasta kerap berpengaruh. Contohnya seperti yang dialami oleh Siswoyo, seorang petani kelapa sawit dari kawasan Ukui di Provinsi Riau.

Siswoyo merupakan salah satu contoh petani kelapa sawit yang sukses. Taraf hidupnya terbilang baik. Hal itu terlihat dari kondisi rumah yang memadai serta kemampuannya untuk menunaikan ibadah haji.

Pria asal Lampung tersebut bisa seperti itu berkat bantuan dari salah satu anak perusahaan Royal Golden Eagle, Asian Agri. Sebagai partner dalam kerja sama petani plasma, Siswoyo memperoleh banyak dukungan dari lini bisnis RGE yang bergerak dalam industri kelapa sawit tersebut. Akibatnya, nasibnya berubah dengan drastis.

Sebelumnya kondisi hidup Siswoyo mirip dengan kebanyakan petani di Indonesia. Lulus dari Sekolah Menengah Umum pada 1994, ia tidak mendapat pekerjaan. Selama dua tahun, Siswoyo dapat dibilang mengganggur karena tidak memiliki penghasilan tetap.

Tak tahan dengan kondisi tersebut, Siswoyo akhirnya pergi ke Ukui untuk menjadi petani kelapa sawit. Ia membeli tanah seluas dua hektare dengan harga Rp,1,5 juta. Siswoyo kemudian mengolahnya menjadi perkebunan kelapa sawit dengan harapan bakal memperoleh hasil besar.

Akan tetapi, nasib Siswoyo belum beruntung. Akibatnya hanya 1,5 bulan di Ukui, ia kemudian memutuskan pulang kembali ke Lampung. “Hidup saat itu sangat berat. Saya tinggal menumpang di sebuah keluarga lain. Selain itu, saya tidak mengerti cara berkebun kelapa sawit,” paparnya kepada The Jakarta Post.

Ketika akhirnya berkeluarga, Siswoyo kembali lagi ke Ukui untuk berkebun kelapa sawit. Ia tahu tantangannya berat, tapi mau tak mau harus melakukannya karena harus menghidupi keluarga.

Akhirnya kondisi sulit mesti dialami oleh Siswoyo. Sebagai petani swadaya, ia ternyata sangat kesulitan dalam mendapatkan pupuk. Ia harus mengantre. Akibatnya Siswoyo gagal memupuki kebunnya tepat waktu.

Dampaknya jelas tidak baik. Produktivitas perkebunannya sangat rendah. Bayangkan, ia hanya menghasilkan tandan buah segar sebanyak 1,5 ton dari lahan dua hektare yang dikelolanya. Deritanya kian bertambah karena kualitas buah kelapa sawitnya buruk. Mau tak mau, ia harus mau menjualnya dengan harga rendah ke tengkulak.

Siswoyo jelas gusar. Apalagi ia tahu persis kondisi para petani plasma terutama yang didukung oleh Royal Golden Eagle. Ia melihat para petani tersebut mendapat dukungan maksimal dari grup yang bernama awal Raja Garuda Mas tersebut.

Tak ada kesulitan mendapatkan pupuk yang dialami mereka. Tidak didapati pula hasil panen yang minim dengan kualitas buruk. Belum lagi, jaminan harga bersaing yang diperoleh. Para petani plasma Royal Golden Eagle benar-benar terjamin.

MENDAPATKAN DUKUNGAN RGE

royal golden eagle
Source: Inside RGE

Siswoyo ingin mendapatkan dukungan serupa dengan petani plasma. Maka, bersama-sama dengan rekan-rekannya di Kelompok Tani Amanah, ia berharap mendapat bantuan dari Royal Golden Eagle. Alhasil, sesudah bergabung dengan Koperasi Unit Desa Bhakti pada 2001, sembilan tahun sesudahnya, ia mendaftar sebagai mitra yang mendapat dukungan dari PT Inti Indosawit Subur, sebuah unit bisnis Asian Agri.

“Kami sadar bahwa kami sangat tertinggal jika dibanding dengan para petani plasma. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk bekerja sama dengan PT IIS agar bisa mencapai level para petani plasma, yang lebih dulu menikmati taraf hidup lebih baik,” papar Siswoyo.

Putusan yang diambil oleh Siswoyo terbukti tepat. Menjadi petani mitra Royal Golden Eagle membuatnya mendapat beragam manfaat besar. Ia tidak lagi kesulitan mendapatkan pupuk seperti dulu. Selalu ada pupuk yang dapat diperolehnya dari RGE. Bukan hanya itu, Siswoyo jadi tahu persis cara berkebun kelapa sawit yang benar. Sederhana saja, terkait pupuk. Ia kini tahu komposisi pupuk yang dibutuhkan untuk perkebunannya. Akibatnya produktivitas perkebunannya meningkat dengan pesat.

Lahan dua hektare miliknya kini mampu menghasilkan lebih dari tiga ton. Bahkan, itu bisa terjadi pada masa sebelum panen. Saat itu lahannya malah pernah menghasilkan 3,5 ton.

Masih ada keuntungan lain yang didapatkan oleh Siswoyo. Dulu ia kesulitan dalam menjual hasil kebunnya. Kini ia tidak lagi mengalami hal tersebut. Tidak ada lagi antrean untuk mengirim buah kepada pembeli yang menginginkan. Akibatnya kondisi buah kelapa sawitnya bisa sampai dengan segar ke tangan grup Royal Golden Eagle.

Dampak semuanya terlihat dari taraf kehidupan yang dirasakan oleh Siswoyo dan keluarganya. Ia sekarang mampu membeli lahan lain seluas dua hektare. Selain itu, Siswoyo dapat membangun rumah dengan dinding beton pada 2011. Ia kemudian pindah dari gubuk kecil yang ditinggalinya sejak 1999.

Hal itu bisa terjadi karena berkat dukungan grup yang pernah bernama Raja Garuda Mas tersebut membuat penghasilan Siswoyo melonjak. Karena mengelola dua lahan perkebunan berbeda, dalam sebulan ia dapat memperoleh pendapatan antara Rp8 juta hingga Rp9 juta. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibanding pada masa sebelum mendapatkan dukungan dari Royal Golden Eagle.

Kondisi itu belum membuat Siswoyo puas. Ia tahu para petani plasma di desanya, Trimulya Jaya, mampu mendapatkan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Ia menginginkan hal serupa. Akhirnya bersama 345 petani swadaya lain, Siswoyo meminta bimbingan dari Royal Golden Eagle untuk sertifikasi RSPO.

Setelah melalui perjuangan keras, ia dan rekan-rekannya berhasil mendapatkan sertifikat RSPO. Hal itu sangat penting karena memastikan hasil perkebunannya dapat diterima di pasar internasional karena lahannya dikelola dengan prinsip-prinsip berkelanjutan.

Sekarang, Siswoyo tidak khawatir lagi dengan masa depannya. Kerja sama dengan RGE membuat hidupnya jauh lebih baik. “Sekarang saya punya uang yang cukup untuk membiayai sekolah kedua anak saya. Semoga pada 2017 saya bisa pergi menunaikan ibadah haji setelah saya mendaftar pada 2010,” ujar Siswoyo.

Perubahan hidup yang dialami oleh Siswoyo hanya salah satu contoh. Masih banyak petani lain yang merasakan perubahan hidup berkat bantuan Royal Golden Eagle. Hal itu memang selaras dengan harapan perusahaan. Grup yang pernah bernama Raja Garuda Mas tersebut memang ingin memberi manfaat kepada pihak lain. Keinginan itu tertuang nyata dalam prinsip kerja perusahaan, yakni ingin berguna bagi masyarakat, negara, serta aktif menjaga keseimbangan iklim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.